Sejumlah dokter yang dipekerjakan CIA, badan intelijen Amerika Serikat mengaku telah berpartisipasi dalam penelitian dan eksperimen terhadap tawanan di pusat-pusat penahanan seperti Guantanamo, Abu Ghuraib, dan Bagram.
Menurut laporan yang diungkap Physicians for Human Rights, eksperimen yang dilakukan termasuk waterboarding (menyiramkan air pada wajah tahanan hingga menyebabkan efek seperti tenggelam), stress positioning (memberikan beban sangat berat pada satu otot tertentu), dan sleep deprivation (merusak siklus tidur seseorang).
Eksperimen tersebut, dianggap telah melanggar kode etik dan perlindungan hukum, termasuk Nuremberg Code dan Common Rule yakni aturan federal seputar penelitian pada objek manusia.
Scott Allen, ketua tim medis dan dokter dari Brown University di Rhode Island, Amerika Serikat meneliti dokumen seputar program pengumpulan data intelijen AS yang melibatkan tahanan pelaku serangan 9/11.
Dalam eksperimen waterboarding, dokter-dokter CIA diperintahkan untuk mencatat berapa lama manusia mampu bertahan dan berapa banyak air yang dibutuhkan untuk memenuhi hidung atau tenggorokan dan melihat seperti apa tahanan setiap selesai melakukan satu sesi siksaan.
“Eksperimen ini telah jauh melanggar sumpah dokter untuk tidak menyakiti manusia, dan metode yang digunakan memiliki cacat,” kata Paul Root Wolpe, bioethicist dari Emory University di Atlanta, Amerika Serikat, seperti dikutip dari The Torture Papers, 31 Desember 2010.
Wolpe menyebutkan, menggunakan metode eksperimen ini, Anda tidak bisa melihat wajah orang itu untuk mengetahui sejauh mana sakit yang ia rasakan.
Oktober lalu, Amerika Serikat telah meminta maaf atas eksperimen medis mereka yang ceroboh. Bukan untuk aktivitas CIA di atas, akan tetapi untuk secara sengaja menginfeksi para tawanan Guatemala dengan siphilis di tahun 1940 lalu untuk menguji coba tingkat efektivitas penisilin.
sumber kutipan: http:/www.vivanews.com