28 Jan 2011 | By: lilie

Merk Susu Formula Masih Banyak Terkontaminasi Bakteri


Konsumen susu formula masih harus waspada terhadap beberapa merk susu formula yang beredar dipasarkan. berdasarkan laporan yang pernah diangkat ke media beberapa saat lalu. kini dari lembaga kampus membuat laporan terbaru.
Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Menteri Kesehatan didesak untuk segera mengumumkan nama-nama merek susu formula yang terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii.

Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mewajibkan ketiganya membuka secara transparan nama-nama itu melalui media cetak dan elektronik.

Desakan tersebut disampaikan oleh pengacara konsumen publik, David Tobing, Kamis (27/1/2011) lalu di Jakarta. ”Tidak ada lagi alasan untuk menunda. Kenapa ini penting sebab putusan ini seakan-akan menyatakan bahwa informasi terhadap hasil penelitian itu adalah hak masyarakat,” kata David.

Kasus itu bermula ketika para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan adanya kontaminasi Enterobacter sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Namun, IPB tidak bersedia menyebutkan merek susu yang dimaksud.

Terkait hal itu, David yang juga konsumen susu (untuk dua anaknya) menggugat IPB, Badan POM, dan Menteri Kesehatan dengan alasan melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menyebabkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat terkait penelitian tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan David.

Putusan tersebut dikuatkan MA melalui putusan kasasinya. Majelis kasasi yang diketuai Harifin A Tumpa dengan hakim anggota I Made Tara dan Muchsin mewajibkan IPB, Badan POM, dan Menteri Kesehatan memublikasikan nama-nama susu formula yang tercemar tersebut.

Majelis kasasi sepakat dengan penggugat bahwa IPB, Badan POM, dan Menteri Kesehatan telah melakukan pelanggaran hukum. Alasannya, dengan tidak diumumkannya merek susu yang tercemar bakteri mengakibatkan keresahan masyarakat.

Menurut Mahkamah Agung, suatu penelitian yang mengandung kepentingan masyarakat banyak haruslah dipublikasikan agar masyarakat lebih waspada.

”Tidak mengumumkan hasil penelitian itu merupakan pelanggaran tindakan yang tidak hati-hati dalam fungsi pelayanan publik,” demikian tertulis dalam putusan MA.

Persoalan belum selesai
David mengatakan, apabila ketiga instansi tersebut tetap bersikeras tidak mengumumkan hasil penelitian tersebut, pihaknya bakal melakukan langkah hukum yang lain. Ia akan mengajukan upaya paksa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

”Kalau sudah mentok, saya bisa saja lapor polisi karena mereka menyembunyikan informasi,” kata David.

Diperolehnya informasi tentang merek susu tercemar Enterobacter sakazakii pun tidak membuat persoalan selesai. Apabila susu yang dikonsumsi kedua anaknya tergolong susu yang tercemar bakteri, ia akan menggugat perusahaan susu yang dimaksud. Demikian pula masyarakat yang kemungkinan besar akan berbondong-bondong memeriksakan kesehatan anaknya.

”Setidaknya untuk memeriksakan kesehatan itu kan perlu uang. Nah, itu yang harus ditanggung oleh perusahaan susu tersebut,” kata David.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI menyatakan masih mempelajari keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang kewajiban untuk membuka hasil riset mengenai susu formula yang tercemar bakteri.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Prof.Tjandra Yoga Aditama di sela-sela acara 'Pencanangan Tahun Pencegahan Cacat akibat Kusta' di Gedung Kemenkes Jakarta, Jumat (28/1/2011).

"Kami masih mempelajari putusan MA tersebut. Perlu dijelaskan juga bahwa riset tersebut tidak dilakukan oleh Kemenkes," katanya.

Tjandra menambahkan, berbeda dengan hasil temuan peneliti IPB, riset Kementerian Kesehatan tidak menemukan adanya cemaran bakteri pada susu formula.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menegaskan bahwa pencemaran bakteri Enterobacter sakazakii dalam susu formula yang beredar tidak pernah ditemukan.

Menurut Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, Roy Sparringa, pihaknya pernah menguji 96 sampel susu formula dan makanan bayi di pasaran pada tahun 2008. Hasil pengujian tersebut menunjukkan negatif Enterobacter sakazakii.