Masih dalam suasana hari raya nyepi. di BAli ada fesival ciuman atau biasa disebut tradisiomed-omedan oleh masyarakat setempat ini diadakan rutin di Bali. Tradisi ini hanya dilakukan di banjar Kaja, daerah selatan Denpasar, sehari setelah hari raya Nyepi.
Tahun ini, sedikitnya sekitar 50-an muda-mudi mengikuti festival ciuman ini, yang katanya merupakan warisan leluhur. Uniknya, festival omed-omedanini dimulai setelah melaksanakan sembahyang di pura, kemudian para peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pria dan kelompok wanita. Satu orang yang dianggap 'TOKO' atau 'TETUA' akan bertindak sebagai wasit.
Jika para "TETUA" memberi aba-aba mulai, kedua kelompok yang saling berhadap-hadapan ini menunjuk salah satu wakilnya untuk diarak ke depan dan beradu ciuman dengan wakil dari kelompok lain. Biasanya jika sudah terjadi adu mulut, peserta pria lebih bernafsu melumat bibir "lawan"-nya yang tampak malu-malu tapi mau.
Saat festival sedang berlangsung, biasanya ciuman akan menjadi 'panas'. Saat itulah wasit dan panitia akan mengguyur peserta dengan air. Setelah beberapa saat, biasanya 1 jam atau lebih, wasit akan menghentikan acara 'baku cium' tersebut. Selanjutnya seluruh peserta kembali ke pura banjar untuk diperciki air tirta AIR " SUCI ".
Para penonton dan wisatawan banyak yang datang untuk menonton tradisi yang telah berjalan mulai dari abad ke-17 ini. Sebelumnya tradisi ini dilakukan saat hari raya Nyepi. Namun, pada tahun 1978 diputuskan untuk menggantinya pada saat Ngembak Geni atau sehari setelah Nyepi.
Selain untuk melestarikan budaya warisan leluhur, acara ini juga untuk meningkatkan solidaritas dan keakraban warga daerah setempat.
Wah solidaritas dan keakraban warga mungkinkah..??
Dimana mana kalo sudah adu mulut alias melumat bibir gak ada namanya solidaritas tapi seksualitas dan syahwatitas..birahi yang bicara bukan akal dan pikiran bersih.
tiada lain berujung kepuncak surgawi dan kenikmatan dunia sesaat.