Bagi para pria, untuk mendapatkan pengalaman seksual yang memuaskan ternyata yang dibutuhkan bukan hanya mencapai dan
mempertahankan ereksi saja, namun juga tingkat atau kadar kekerasan ereksi. Derajat ereksi yang ideal untuk mendapatkan
kepuasan seksual adalah penis keras seluruhnya dan tegang sepenuhnya, seperti mentimun. Konsensus baru dari para ahli
menganjurkan para pria untuk mengukur derajat kekerasan ereksi mereka dengan menggunakan metode pengukuran
EHS (Erection Hardness Score) untuk memonitor apakah mereka mencapai potensi ereksi yang sempurna.
Skala nilai yang digunakan EHS adalah 1- 4. Skala 1 adalah kondisi penis yang membesar namun tidak mengeras
dengan ilustrasi seperti tape yang lembek. Skala 2 penis mengeras namun tidak cukup keras untuk penetrasi,
seperti pisang. Skala 3 seperti halnya sosis, penis cukup keras untuk penetrasi namun tidak seluruhnya keras.
Sedangkan ereksi yang sempurna adalah seperti timun yang keras dan tegang sepenuhnya. Beberapa studi menunjukkan
bahwa ereksi yang keras memiliki korelasi dengan perbaikan pada kondisi emosional dan kepercayaan diri pria,
yang akhirnya akan meningkatkan kualitas hidupnya.
Dengan metode pengukuran yang sederhana tersebut, para pria bisa segera mendapatkan pengobatan jika ternyata memiliki
derajat kekerasan pada skala 1-3 yang berarti mengalami kondisi disfungsi ereksi (DE). Di seluruh dunia, DE diderita
oleh 13 - 28 persen pria berusia 40 - 60 tahun. Peluncuran EHS pertama kali dilakukan pada pertemuan tahunan European
Association of Urology (EAU) ke-22 di Berlin, Jerman, Maret 2007 lalu. EHS pada awalnya dikembangkan oleh Dr Irwin
Goldstein untuk digunakan pada uji klinis sildenafil sebagai tambahan alat ukur pada pengujian efikasi obat.
Menurut Pfizer Global Better Sex Survey (GBSS 2006), sebuah survei mengenai perilaku seksual dari 12.558 pria dan
wanita di 27 negara termasuk Indonesia, terungkap bahwa hanya 38 persen pria yang merasa puas dengan kadar kekerasan
ereksi yang mereka alami. Sementara itu 67 persen lainnya mengatakan bahwa mereka tidak selalu dapat mencapai ereksi.
Bagaimana dengan Anda? Masuk dalam golongan mana? tape, pisang, sosis atau mentimun? Sebelum Anda memutuskan untuk
menggunakan suplemen atau cara-cara lain guna mendongkrak kadar ereksi Anda, ada baiknya menyimak fakta di bawah ini.
*****
Maksud hati ingin perkasa, Christopher Woods (29) justru menderita. Warga New York, Amerika Serikat, ini tiga tahun
lalu tergiur iklan perusahaan minuman kesehatan merek Boost Plus yang mengklaim produknya dapat membantu memperkeras ereksi.
Alasannya, minuman tersebut mengandung vitamin berkalori tinggi dan dilengkapi suplemen oral. Situs Boost Plus menambahkan,
minuman tersebut cocok untuk orang yang membutuhkan tenaga tambahan dan protein dalam volume terbatas. Woods segera membeli
minuman tersebut dan menenggaknya. Besok paginya ketika dia bangun, penisnya memang ereksi. Namun, ereksi tersebut ternyata
berkelanjutan dan tidak kunjung melemas alias tetap seperti mentimun. Akibatnya, dia harus mendapatkan perawatan.
Woods bahkan harus menjalani operasi untuk mengendurkan tegangan itu. Selain itu, dia harus menjalani pengobatan guna
menutup pembuluh darah.
*****
Sementara itu, seorang laki-laki Amerika mendapat uang ganti rugi sebesar lebih dari 400.000 dollar AS atau sekitar
Rp 37,6 miliar setelah mengajukan gugatan hukum terkait dengan implan yang membuat alat vitalnya terus berada dalam
kondisi ereksi selama 10 tahun. Charles Lennon (68), laki-laki itu mulai memakai implan dari bahan baja dan plastik
pada organ vitalnya sejak tahun 1996, dua tahun sebelum Viagra dipasarkan. Implan merek Dura-II itu dirancang bagi
laki-laki impoten agar alat vitalnya bisa dibuat berdiri dan ditidurkan lagi setelah berhubungan. Persoalannya,
setelah berhasil membuatnya tegak, Lennon tak bisa menidurkan lagi. Akibatnya, ia tak mungkin lagi berpelukan dengan
orang lain, bersepeda, atau mengenakan celana renang karena malu. Lebih dari itu ia kesakitan. Kata pengacaranya,
kakek Lennon juga menjadi penyendiri dan tak lagi merasa bahagia berada di dekat cucu-cucunya. Dalam sidang pengadilan
kasus gugatannya, seorang juri menyatakan, Lennon pantas mendapat ganti rugi 750.000 dollar AS. Namun, hakim menganggap
angka itu berlebihan dan menurunkannya menjadi 400.000 dollar AS. Jumat pekan lalu, Mahkamah Agung Negara Bagian Rhode
Island, pengacara yang mewakili Dacomed Corp (perusahaan produsen Dura-II), dan perusahaan asuransinya dikabarkan menolak
berkomentar. Namun, Dacomed menyatakan tetap berpendapat, tak ada yang tak beres dengan implan buatannya.
*****
Sumber>>> suarakarya-online.com